Langsung ke konten utama

BKP Paparkan Upaya Kementan Untuk Penurunan Stunting Di Indonesia


MAKASSAR-Indonesia Merupakan Salah Satu Negara Dengan Beban Ganda Permasalahan Gizi, Walaupun Trend Stunting, Wasting, Dan Overweight Menurun Namun Angkanya Masih Cukup Tinggi. Ini Merupakan Tantangan Kita Bersama Dan Harus Diselesaikan Dengan Berbagai Lintas Sektor Terkait.

Demikian Disampaikan Andriko Noto Susanto, Kepala Pusat Ketersediaan Dan Kerawanan Pangan Mewakili Badan Ketahanan Pangan Kementan Saat Memberikan Paparan Pada Acara Evaluasi Pelaksanaan Rencana Aksi Daerah Pangan Dan Gizi (RAD-PG) Wilayah Tengah Dan Timur Yang Diselenggarakan Oleh Bappenas Di Hotel Aryaduta Makassar Pada Rabu (23/10/2019).

Kegiatan Evaluasi Percepatan Penurunan Stunting Di Wilayah Ini Bertujuan Untuk Mengetahui  Upaya Yang Telah Dilakukan Dan Capaian Dari Masing-Masing Provinsi. Acara Ini Juga Dihadiri Oleh Stakeholder Terkait Seperti Dirjen Kesehatan Masyarakat Dan Gizi Kemenkes, Bappeda Wilayah Tengah Dan Timur, Bupati Flores, Dan Dinas Terkait.

Andriko Menyampaikan Bahwa Sebenarnya Sejak Tahun 2013 Hingga 2018 Nilai Stunting, Wasting, Dan Overweight Sudah Turun. Tercatat Stunting Turun Dari 37,2% Menjadi 30,8%, Wasting 12,1% Menjadi 10,2%, Dan Overweight 11,9% Menjadi 8,0%. Khusus Mengenai Stunting, Andiko Mengungkapkan Upaya Penurunan Tersebut Dianggap Masih Perlu Di Tingkatkan Mengingat Pemenuhan Pangan Sampai Saat Ini Tidak Menemui Kendala Berarti.

“Kami, Badan Ketahanan Pangan Kementan Memetakan Food Security And Vulnerability Atlas/FSVA. Salah Satu Indikator Yang Dipakai Adalah Prevalensi Balita Stunting. Hasilnya Cukup Mengejutkan, Stunting Menjadi Pembatas Utama Dalam Upaya Pengentasan Rentan Rawan Pangan Di Indonesia,” Jelas Andriko

BKP Mengidentifikasi Bahwa Hasil FSVA 2018 Di 514 Kabupaten/Kota Menyebutkan Masih Ada Masalah Stunting Di 485 Wilayah Di Indonesia Yang Menjadikan Wilayah Ini Dianggap Rentan. Oleh Sebab Itu, Perlu Upaya Yang Radikal Dan Kolaboratif Antar Kementerian/Lembaga Agar Penurunan Stunting Bisa Semakin Cepat.

Hal Senada Juga Diungkapkan Oleh Pungkas Bahjuri,P.HD, Direktur Kesehatan Dan Gizi Masyarakat Bappenas, Ia Menyatakan Bahwa Stunting Merupakan Keadaan Darurat Nasional Karena Akan Berpengaruh Terhadap Pembangunan Nasional

"Satu Dari 3 Balita Di Indonesia Mengalami Stunting. Kenapa Stunting Penting Segera Diselesaikan Karena Perkembangan Otak Anak Yang Mengalami Stunting Lebih Lambat Sehingga Berpengaruh Terhadap Segala Aspek Kehidupan," Jelas Pungkas

Bappenas Menargetkan Penurunan Stunting Sampai Tahun 2030  Sebesar 10%
Dan Wasting (Kekurangan Makanan Jangka Pendek) Sebesar 3%. Untuk Mencapai Target Tersebut, Semua Stake Holder Baik Kementan, Kemenkes, KemenPUPR, Kemendagri, Dan Kementerian/Lembaga Lain Melalui Program Nya Masing-Masing Harus Saling Terkoneksi Untuk Percepatan Penuruanan Stunting.

Kementerian Pertanian Selama Ini Telah Berperan Aktif Dalam Upaya Percepatan Penurunan Stunting Di Indonesia Melalui Intervensi Berbagai Program Unggulan.

“Pertama, Kita Kembangkan Pengembangan Korporasi Usaha Tani (PKU) Yang Lokasi Nya Merupakan Wilayah Dengan Tingkat Stunting Cukup Signifikan. Kedua, Kawasan Rumah Pangan Lestari/KRPL Dan Obor Pangan Lestari/OPAL. Ketiga, Industri Pangan Lokal (PIPL). Keempat, Program Pengembangan Usaha Pangan Masyarakat (PUPM), Dan Kelima Lumbung Pangan Masyarakat (LPM),” Lanjut Andriko

BKP Kementan Sejak Tahun 2019 Telah Kembangkan PKU Di 12 Provinsi, Dan Tahun Depan Akan Ditambah Di 11 Provinsi. Untuk KRPL/OPAL Tahun 2020 Telah Dikembangkan Di 11.114 Lokasi Dan Tahun 2020 Ditargetkan Menjangkau 13.114 Lokasi. PIPL Di 7 Provinsi Dan Tahun 2020 Ditambah 4 Provinsi, Dan PUPM Dikembangkan Di1.559 Gapoktan.

Dengan Sinergi Program Tersebut, BKP Kementan Yakin Upaya Penanganan Rentan Rawan Pangan Dan Percepatan Penurunan Stunting Akan Semakin Massif Dan Cepat Di Seluruh Wilayah Indonesia.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAJU BERSAMA ‘EMBAL’ DAN ‘KACANG BOTOL’ : Kisah Inspiratif Optimalisasi Lahan Kering Desa Debut, Kecamatan Kei Kecil, Kabupaten Maluku Tenggara

  Andriko  Noto  Susanto Jogjakarta , 21 Juli 2011 Jalan utama Desa Debut D esa Debut terletak di kecamatan Kei Kecil, kabupaten Maluku Tenggara. Desa ini dapat dijangkau melalui jalur darat selama ± 45 menit dari Langgur dan ± 60 menit dari Kota Tual. Total luas desa sekitar 2.619,36 ha, terdiri dari hutan sekunder seluas 1.800 ha, perkebunan rakyat dengan pola campuran seluas 400 ha, lahan kritis/tandus seluas 250 ha dan sisanya adalah pemukiman. Embal Lempeng     ‘ K eperkasaan’ kaum hawa di desa Debut  tidak perlu diragukan lagi. Setelah kaum pria berhasil membuka hutan untuk perladangan, kaum perempuanlah yang secara aktif mengelola dari penanaman, penyiangan, panen, pascapanen, pengolahan hasil sampai siap dikonsumsi keluarga. Masyarakat berjibaku menaklukkan lahan kering agak berbatu, kekurangan air, dan gangguan hama (babi hutan) untuk bertahan hidup. Penyatuan masyarakat bersama alam dan cara ‘main otak’  kaum perempuan membawa desa Debut sukses berkembang menjadi

KACANG LAGA : Si biji Besar dari Pulau Letti

Andriko Noto Susanto Jogjakarta, 17 Juli 2011 P ulau Leti termasuk dalam gugusan kepulauan Lemola (Leti Moa Lakor) masuk wilayah kabupaten Maluku Barat Daya (MBD), Provinsi Maluku. Titik tengah Pulau ini berada pada 127°40'17,04"E & 8°11'49,18"S.  Secara administrasi seluruh wilayah masuk dalam kecamatan Pulau Leti dengan 7 desa/kelurahan yaitu Laitutun, Batumiau, Tutkey, Tomra, Nuwewang, Tutuwaru dan Luhulely. Pulau ini termasuk wilayah dengan aktivitas ekonomi relatif  maju seperti halnya Pulau Kisar. Ukuran Pulau Leti hampir sama dengan Pulau Kisar. Luas Pulau Leti hanya 9.230 ha, dengan keliling Pulau sekitar 45 km, didiami oleh sekitar 8.442 jiwa penduduk.   D i Pulau ini terdapat satu jenis kacang tanah spesifik lokasi yang oleh masyarakat setempat di sebut “KACANG LAGA”. Kacang ini mempunyai ukuran polong dan biji lebih besar dibanding kacang tanah pada umumnya. Bobot 100 biji kacang laga adalah 77,8 gr sedangkan bobot 100 biji kacang tanah pada umumnya

SUKUN KOTA TERNATE : SUMBER PANGAN YANG BELUM TERGARAP

Sukun ( Artocarpus communis ) merupakan komoditas hortikultura yang sudah dikenal dan berkembang di Maluku Utara. Buah sukun cukup banyak mengandung karbohidrat, sehingga mempunyai potensi sebagai bahan pangan alternatif untuk pengganti beras (diversivikasi pangan) dalam mendukung ketahanan pangan dan bahan olahan lainnya. Pada umumnya, buah sukun di Maluku Utara banyak dimanfaatkan sebagai makanan ringan (camilan), dengan direbus, digoreng maupun dibuat keripik. Untuk diversifikasi makanan, buah sukun dapat diolah menjadi berbagai produk olahan, salah satunya adalah tepung sukun.  Hasil inventarisasi sukun di Maluku Utara terdapat : (1) Populasi tersebar di semua Kabupaten/Kota di Maluku Utara, yang spesifik terdapat di Maitara dan Kepulauan Sula. Di Maitara ada dua jenis sukun, yaitu sukun telur dan sukun batu (nama lokal); (2) Tinggi pohon berkisar 10-15 m, dengan lebar kanopi + 5 m dari cabang-cabang yang melebar ke samping; (3) Rata-rata umur sukun di Maluku Utara pada