Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Juli, 2011

BANGSA PEMAKAN BERAS : Antara Keinginan, Tantangan dan Ancaman

Andriko  Noto  Susanto Jogjakarta, 24 Juli 2011 R ata-rata konsumsi beras dunia saat ini rata-rata adalah 60 kg/kapita/tahun, sama dengan konsumsi beras masyarakat Jepang. Thailand konsumsinya sedikit lebih tinggi yaitu 70 kg/kapita/tahun, sedangkan Malaysia dan Brunei 80 kg/kapita/tahun. Tahukah sampean,       berapa konsumsi beras di Indonesia??? Setiap tahun, satu kepala penduduk Indonesia menghabiskan 139 kg, artinya 2,3 kali konsumsi Jepang, dan ± 2 kali Thailand dan 1,7 kali Malaysia. Bangsa kita adalah pemakan beras terbesar didunia !!!!.   ‘ K ebesaran’ bangsa ini sebagai pemakan beras tidak hanya karena konsumsi beras per kapita yang paling tinggi, tetapi jumlah penduduknya juga paling banyak. Saat ini penduduk Indonesia sekitar 237,6 juta orang, meningkat hampir 5 kali dibanding Tahun 1920 (49,3 juta jiwa). Pertumbuhan penduduk kita memang cukup pesat, dari Tahun 1920 – 1960 bertambah 44,3 juta menjadi 93,6 juta. Selang 50 tahun berik

MAJU BERSAMA ‘EMBAL’ DAN ‘KACANG BOTOL’ : Kisah Inspiratif Optimalisasi Lahan Kering Desa Debut, Kecamatan Kei Kecil, Kabupaten Maluku Tenggara

  Andriko  Noto  Susanto Jogjakarta , 21 Juli 2011 Jalan utama Desa Debut D esa Debut terletak di kecamatan Kei Kecil, kabupaten Maluku Tenggara. Desa ini dapat dijangkau melalui jalur darat selama ± 45 menit dari Langgur dan ± 60 menit dari Kota Tual. Total luas desa sekitar 2.619,36 ha, terdiri dari hutan sekunder seluas 1.800 ha, perkebunan rakyat dengan pola campuran seluas 400 ha, lahan kritis/tandus seluas 250 ha dan sisanya adalah pemukiman. Embal Lempeng     ‘ K eperkasaan’ kaum hawa di desa Debut  tidak perlu diragukan lagi. Setelah kaum pria berhasil membuka hutan untuk perladangan, kaum perempuanlah yang secara aktif mengelola dari penanaman, penyiangan, panen, pascapanen, pengolahan hasil sampai siap dikonsumsi keluarga. Masyarakat berjibaku menaklukkan lahan kering agak berbatu, kekurangan air, dan gangguan hama (babi hutan) untuk bertahan hidup. Penyatuan masyarakat bersama alam dan cara ‘main otak’  kaum perempuan membawa desa Debut sukses berkembang menjadi

MERENCANAKAN PENGEMBANGAN PANGAN LOKAL DI KABUPATEN MALUKU TENGGARA BARAT DAN MALUKU BARAT DAYA : Satu Upaya Mewujudkan Kemandirian Pangan

Andriko Noto Susanto Jogjakarta, 20 Juli 2011   U paya mewujudkan kemandirian pangan barbasis sumberdaya lokal di Kabupaten Maluku Tenggara Barat (MTB) dan Maluku Barat Daya (MBD) dihadapkan pada satu kendala utama yaitu belum tersedianya data yang akurat   sebagai dasar dalam membuat perencanaan. Kami Badang Litbang Pertanian bekerja sama dengan Pemda Kabupaten MTB dan Universitas Pattimura telah melakukan penelitian pangan lokal ini pada Tahun 2007. Tujuan penelitian adalah (1) Mengi dentifikasi sumber daya lahan dan sumber pangan lokal, (2) Menentukan pola konsumsi pangan pokok,   kecukupan luas lahan yang yang diperlukan dan prediksi beberapa tahun kedepan (3) Menyusun perencanaan pengembangan pangan lokal berdasarkan asumsi logis sesuai kondisi saat itu. Identifikasi lahan dari PRB skala 1:25.000 H asil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan peta Zona Agroekologi (ZAe) tersedia potensi lahan untuk pengembangan tanaman pangan seluas 185.687 ha. Laju ekstensifikasi berlang

MEMBUAT LUMBUNG PANGAN BERSAMA ALAM : Cara cerdas masyarakat Kepulauan Tanimbar bertahan hidup

Andriko  Noto  Susanto  Jogjakarta, 19 Juli 2011 K epulauan Tanimbar merupakan wilayah darat terluas di Kabupaten Maluku Tenggara Barat (MTB). Pulau Yamdena luasnya mencapai lebih dari 500.000 ha merupakan pulau terbesar di kepulauan ini.   Sumber pangan (karbohidrat) tradisional masyarakat umumnya jagung, padi ladang, ubi kayu, ubi jalar, umbi-umbian lain (uwi, gembili), pisang, dan sukun. Saat ini beras telah menggeser secara sangat nyata pangan tradisional tersebut karena mudahnya akses masyarakat terhadap beras melalui jalur perdagangan dan program pemerintah (beras raskin). Beras tersedia dengan sangat mudah di seluruh pelosok daerah dengan harga yang terjangkau, bahkan ‘gratis’.    Padi Hitam asli dari Tanimbar J auh sebelum beras (padi sawah) menggeser pola pangan tradisional, masyarakat asli memiliki cara bertahan hidup dengan cara bercocok tanam baik secara monokultur maupun polikultur. Padi lokal merah, padi hitam, jagung, kacan

KACANG LAGA : Si biji Besar dari Pulau Letti

Andriko Noto Susanto Jogjakarta, 17 Juli 2011 P ulau Leti termasuk dalam gugusan kepulauan Lemola (Leti Moa Lakor) masuk wilayah kabupaten Maluku Barat Daya (MBD), Provinsi Maluku. Titik tengah Pulau ini berada pada 127°40'17,04"E & 8°11'49,18"S.  Secara administrasi seluruh wilayah masuk dalam kecamatan Pulau Leti dengan 7 desa/kelurahan yaitu Laitutun, Batumiau, Tutkey, Tomra, Nuwewang, Tutuwaru dan Luhulely. Pulau ini termasuk wilayah dengan aktivitas ekonomi relatif  maju seperti halnya Pulau Kisar. Ukuran Pulau Leti hampir sama dengan Pulau Kisar. Luas Pulau Leti hanya 9.230 ha, dengan keliling Pulau sekitar 45 km, didiami oleh sekitar 8.442 jiwa penduduk.   D i Pulau ini terdapat satu jenis kacang tanah spesifik lokasi yang oleh masyarakat setempat di sebut “KACANG LAGA”. Kacang ini mempunyai ukuran polong dan biji lebih besar dibanding kacang tanah pada umumnya. Bobot 100 biji kacang laga adalah 77,8 gr sedangkan bobot 100 biji kacang tanah pada umumnya

TANAH PULAU KISAR : Kesuburan yang terawetkan secara alamiah

  Andriko  Noto  Susanto Jogjakarta, 16 Juli 2011 P ulau Kisar terletak di wilayah kabupaten Maluku Barat Daya (MBD) dapat ditandai pada posisi geografis 8°3'29.24"S - 127°10'33.56"E. Pulau ini masuk kecamatan PP. Terselatan dengan ibukota Wonreli, merupakan wilayah paling aktif di kabupaten ini. Dari kota inilah saat ini pemerintahan kabupaten  dikendalikan. Ukuran pulau ini sangat kecil, jarak Utara – Selatan hanya 10,4 km; jarak terjauh dari Timur – Barat adalah 10,22 km; luas 8.500 ha dan keliling pulau sekitar 37 km. Hanya perlu sekitar 40 menit untuk mengelilinginya dengan speedboat jika kecepatanya  60 km/jam. Namun pulau ini dihuni oleh sekitar 18.425 penduduk yang terbagi dalam 12 desa/kelurahan dan termasuk paling padat di MBD. P ulau ini merupakan daerah angkatan coral reef (batu kapur koral) pada kala polistocean dengan umur sekitar 1 juta tahun. Keunikan dari pulau ini adalah bentuknya seperti ‘mangkok’ bagian tengah merupakan hamparan tanah relati