Akurasi pemetaan status kesuburan tanah sawah dapat meningkatkan efisiensi pemupukan, optimalisasi produktivitas padi sawah, dan menurunkan resiko kerusakan lingkungan. Rekomendasi pemupukan padi sawah di dataran Waeapo saat masih bersifat umum belum didasarkan pada keragaman spesifik kesuburan tanah, sehingga efisiensinya rendah. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan metode evaluasi kesuburan tanah terbaik, dan dilanjutkan dengan identifikasi faktor pembatas kesuburan sebagai dasar pengelolaan hara spesifik lokasi. Digunakan lima metode evaluasi kesuburan yaitu satu metode dari FAO (1983), satu dari PPT (1983) dan tiga dari Kyuma (2004). Hasil penelitian menunjukkan bahwa evaluasi status potensial inherent kesuburan tanah (IP) dari Kyuma (2004), memberikan nilai korelasi paling tinggi terhadap produktivitas padi dibanding FAO dan PPT, sehingga dianggap sebagai metode yang baik untuk menilai status kesuburan tanah sawah. Semakin banyak sifat-sifat tanah dilibatkan sebagai parameter penilaian status kesuburan tanah, cenderung meningkatkan akurasi hasil evaluasi. Faktor pembatas utama status IP adalah [Ca+Mg]-dd, K-dd, dan KPK dengan kelas sangat rendah sampai rendah; rendahnya status bahan organik dan N tanah (OM) dibatasi oleh rendahnya C organik dan N total; sedangkan rendahnya status ketersediaan fosfat (AP) dibatasi rendahnya ketersediaan fosfat dan KPK tanah.
MAJU BERSAMA ‘EMBAL’ DAN ‘KACANG BOTOL’ : Kisah Inspiratif Optimalisasi Lahan Kering Desa Debut, Kecamatan Kei Kecil, Kabupaten Maluku Tenggara
Andriko Noto Susanto Jogjakarta , 21 Juli 2011 Jalan utama Desa Debut D esa Debut terletak di kecamatan Kei Kecil, kabupaten Maluku Tenggara. Desa ini dapat dijangkau melalui jalur darat selama ± 45 menit dari Langgur dan ± 60 menit dari Kota Tual. Total luas desa sekitar 2.619,36 ha, terdiri dari hutan sekunder seluas 1.800 ha, perkebunan rakyat dengan pola campuran seluas 400 ha, lahan kritis/tandus seluas 250 ha dan sisanya adalah pemukiman. Embal Lempeng ‘ K eperkasaan’ kaum hawa di desa Debut tidak perlu diragukan lagi. Setelah kaum pria berhasil membuka hutan untuk perladangan, kaum perempuanlah yang secara aktif mengelola dari penanaman, penyiangan, panen, pascapanen, pengolahan hasil sampai siap dikonsumsi keluarga. Masyarakat berjibaku menaklukkan lahan kering agak berbatu, kekurangan air, dan gangguan hama (babi hutan) untuk bertahan hidup. Penyatuan masyarakat bersama alam dan cara ‘main otak’ kaum perempuan membawa desa Debut sukses berkembang menjadi
Komentar
Posting Komentar