Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Maret, 2011

Prospek Agribisnis Jagung di Maluku

Andriko Noto Susanto Suara Maluku, Sabtu, 7 Agustus 2004       Di tengah hiruk pikuknya sistem perpolitikan kita sekarang dan siapapun nantinya pemimpin negeri ini, satu hal yang penting buat bangsa Indonesia adalah bagaimana caranya agar rakyat bisa “tetap makan”. Jadi urusan ketahanan pangan harus tetap dijaga dan ditingkatkan terus baik macam, jumlah maupun kwalitasnya. Rakyat ini bisa bekerja dengan baik, berfikir dengan jernih dan bijak jika terlebih dulu perutnya diisi dengan kenyang. Cita-cita sederhana ini tidaklah mudah untuk diwujudkan di Provinsi Maluku, mengingat kompleknya permasalahan yang dihadapi Provinsi ini akibat tragedi kemanusiaan yang hingga kini belum juga tuntas. Hamparan lahan kering yang luas dan sumberdaya manusia yang memadai belum dimanfaatkan dengan baik sebagai dasar membangun sistem pertanian tangguh. Padahal dengan sentuhan teknologi perpaduan kedua potensi tersebut dapat menjadi sebuah kekuatan handal dalam memakmurkan rakyat Maluku.      Salah satu

Develop agriculture at isle island in mollucas (Membangun Pertanian Pada Pulau-Pulau Kecil di Maluku)

Andriko Noto Susanto Ambon Ekspres,Sabtu, 18 Oktober 2003       Pada saat pemerintah kolonial Belanda memerintah Indonesia selama kurang lebih 350 tahun termasuk Maluku, tentu ia memiliki alasan mendasar ketika lebih memilih pulau Ambon yang kecil bukan pulau Seram yang besar; atau pulau Ternate/Tidore yang kecil bukan pulau Halmahera yang besar; atau juga kenapa di pilih pulau Neira yang kecil bukannya di pulau Lontor yang besar; sebagai pusat kendali suatu sistem dan pusat berbagai aktivitas masyarakat. Secara sederhana kita bisa menduga alasannya bahwa mengontrol segala bentuk aktivitas di pulau kecil jauh lebih mudah dan murah dibanding jika aktivitas-aktivitas masyarakat tersebut menyebar di pulau besar. Secara lebih sederhana lagi tentu jawabannya adalah akan lebih efektif dan efisien memilih pulau kecil sebagai pusat aktivitas masyarakat, mengingat jumlah sumberdaya manusia saat itu masih sangat terbatas.       Dampak negatif kerusakan lingkungan pada pulau-pulau kecil te

Farming System Zone in Waeapo Plain, Buru Island, Mollucas Province

Andriko Noto Susanto, Marthen P Sirappa, Alex J Rieuwpassa The study aimed to determine the zoning of farming systems and land management alternatives to address the growth limiting factor on agricultural lands in the lowlands of Waeapo, Buru Island was conducted in an area of ​​25,400 ha. Land evaluation performed on each soil mapping units (SMU) are delineated based on mapping the landscape approach. While the direction of land use based on technical considerations, economic and land suitability class is best for any type of commodity or commodity group in each SMU. The results showed that the use of land in Plain Waeapo directed to Lowland agriculture (paddy) covering 16,033 ha (63%), farming rice and vegetables, covering an area of ​​1,168 ha (4.6%), dry land farming (upland rice, corn, soybeans and peanuts) covering 533 ha (2.1%), coconut plantations covering an area of ​​2,210 ha (8.7%) and conservation of forest area of ​​6,654 ha (26.2%). The limiting factor is the growth i

INCUBATION AT COMBINATION ROCK PHOSPHATE AND KIND OF ORGANIC MATTER ITS EFFECT TO ANDIC PROPERTIES AND P AVAILABILITY ON AN ANDISOL

Andriko Noto Susanto A pot experiment to study the effect of times incubation at incorporation of rock phosphate and kind of organic material on andic properties and P availability Andisol was conducted in the green house from December 2000 to February 2001. The experiment used completely randomized design in the two factorial experiment with three replications. The first factor was the rate of rock phosphate at four levels namely 0; 150; 300 and 450 kg P2O5.ha-1. The second factor was 16 ton.ha-1 kind of organic material consisting of: without organic matter (C0); with ordinary cow manure (C1); activated microorganism cow manure (C2) and guano (C3) addition. The incubation was conducted in 21 days and every seven days were determined: pH H2O, Al oxalate (Alo) + ½ Fe oxalate (Feo) and P availability. At the end of incubation (21 days) the soil chemical properties were analized, consisting of P retention and C organic. The result showed that at seven days incubation were dec

Agroecological Zone In Mollucas Archipelago

Andriko Noto Susanto       Three main requirements to do a feasibility farming is (1) The biophysical supported by the availability / suitability of land that could potentially obtain high productivity and decrease risk of environmental damage (2) Socially acceptable to society, can be cultivated and the impact on increasing employment in order to reduce the number of unemployed and (3) The economic benefits that have an impact on increasing income and welfare of the community. In connection with this matter, BPTP Maluku under the direction of World Bank consultants develop Agroecological Zone Map scale 1: 250,000 for the whole of the Mollucas and North Mollucas provinces. In this map restricted to some areas of plantation farming, agriculture, wetlands, upland farming, pasture, forestry, agro-forestry, coastal forests and coastal fisheries. The results of this work is stored in the form of maps, available at author and BPTP Maluku, and five books : Potential Alternative Land Agric

Realizing Food Security With Sagoo, Is It Possible?

Andriko Noto Susanto Surat kabar : Ambon Ekspres, 5 November 2003       Sagu dan Maluku adalah dua hal yang tidak pernah bisa dipisahkan, telah diingat oleh anak-anak sejak sekolah dasar hingga jadi obyek penelitian strategis tingkat Nasional. Sejarah sagu sebagai bahan makanan mungkin sama tuanya dengan sejarah manusia pertama yang mendiami kepulauan Maluku ini. Sagu terlanjur dipandang sebagai salah satu sumber daya hayati yang dapat digunakan sebagai alternatif dalam memecahkan masalah pangan dan energi di Kawasan Timur Indonesia terutama Maluku dan Irian Jaya. Namun terasakah, ada kebijakan di provinsi ini yang telah berpihak pada Sagu ?       Ada tiga hal utama yang dapat dijadikan ukuran apakah sagu dapat dijadikan obyek agribisnis yang strategis, sehingga mampu mewujudkan ketahanan pangan atau tidak. Ketiga hal tersebut adalah secara biofisik sagu dapat dikembangkan, secara sosial bisa diterima oleh masyarakat setempat dan secara ekonomi menguntungkan. Mengukur ketiga parameter

SOIL CLASSIFICATION IN WOKAM ISLAND, ARU ARCHIPELAGO, MOLLUCAS PROVINCE

Andriko N Susanto, M.P. Sirappa, A.J. Riuwpassa, E.D. Waas and J.B. Alfons Research to determine soil classification, in Wokam Island have been conducted in the year 2003. Result of research indicate that soil in Wokam Island classified as ENTISOLS (Typic Udipsamments and Lithic Udorthents), INCEPTISOLS (Typic Endoaquepts and Typic Halaquepts), MOLLISOLS (Inceptic Haprendolls, Lithic Haprendolls, Inceptic Hapludolls, Vertic Hapludolls, and Lithic Hapludolls), and ALFISOLS ( Typic Hapludalfs and Mollic Hapludalfs).   Susanto, A.N., M.P. Sirappa, A.J. Rieuwpassa, E.D. Waas dan J.B. Alfons. 2004. Klasifikasi Tanah di Pulau Wokam, Kepulauan Aru, Provinsi Maluku. Dalam Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pertanian Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua. Penyunting : J. Limbongan, Y. Sujitno, N.E. Lewaherilla, A. Malik, dan M. Nggobe. Jayapura 5-6 Oktober 2004. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor.

CONTROLING EROSION RISK ON NUSALAUT ISLAND, SAPARUA DISTRICT OF CENTRAL MALUKU REGENCY

Andriko Noto Susanto dan Sri Wahidah Prahastuti Recearch to determine erosion risk indeks and its control have conducted on Nusalaut island, Saparua district of Central Maluku regency. This recearch used a survey method, with observation of rigid grid on flat areas dan a flexible grid on undulating to mountainous areas. Observation points were made between 100 by 100 metre strips. The soil, land use, slope length, slope gradient, soil conservation control and appearance of the erosion was recorded at one point in the strip. Point observations to determine soil properties have used boring, mini pit and profile pit. The result of the research showed that actual erosion value is 0.2 – 31,484 ton.ha-1.th-1 with soil loss tolerance between 11.3 to 46.9 ton.ha-1.th-1. Erosion risk indeks value is 0.005 – 1,923, and including low until very high class. Improved techniques for soil conservation by forested, making coluvial terrace and cultivated permanently

POTENSI HASIL VARIETAS UNGGUL KEDELAI PADA LAHAN SAWAH DI P. BURU

M. P. Sirappa dan Andriko Noto Susanto       Kegiatan dilaksanakan di lahan sawah irigasi di Desa Waekasar, Kabupaten Buru dari bulan Mei hingga Agustus 2006. kegiatan bertujuan untuk mengetahui potensi hasil empat varietas unggul kedelai yang ditanam setelah padi pada musim kemarau. Penelitian berlangsung dari bulan Mei sampai Agustus 2006. Luas lahan sawah yang digunakan 1,25 ha. Digunakan empat varietas unggul kedelai (Sinabung, Tanggamus, Kaba, dan Ijen) yang diperoleh dari Balitkabi Malang dan satu varietas lokal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa varietas Sinabung dan Kaba memberikan hasil biji di atas 1,5 t/ha dan lebih tinggi dari varietas Tanggamus, Ijen, dan satu varietas lokal.  Dengan demikian kedua varietas tersebut berpotensi untuk dikembangkan pada lahan sawah di dataran Waeapo Pulau Buru, ditanam setelah padi MT I atau MT II dengan menerapkan teknologi budidaya inovatif (penggunaan varietas unggul, pemupukan yang berimbang, penggunaan bahan organik, peng

Land Suitability and Purposed Land Use of Selaru Island, West-Southeast Moluccas Regency

Marthen P. Sirappa, Edwin D. Waas, Andriko Noto Susanto Research was conducted in Selaru Island, West Southeast Moluccas Regency which has areal 32,217 ha. The purpose of the research was to study land suitability class and directive of land use for developing food crop and estate plant. The results  indicated  that Selaru Island was suitable land (S) for upland rice, corn, peanuts, mungbean, sweet potato, calladium, and coconut which had areal of 28,312 ha, 19,330 ha, 19,330 ha, 19,330 ha, 19,330 ha, 28,312 ha, and 12,886 ha, respectively.  Land which was not suitable creteria (N) for upland rice, corn, peanuts, mungbean, sweet potato, calladium, coconut, and cacao were 3,905 ha, 12,887 ha, 12,887 ha, 12,887 ha, 12,887 ha, 3,905 ha, 19,331 ha, and 32,217 ha, respectively. Llimiting factors of land use for dryland food crop and estate plant in survey location were high temperature, root media (shallow soil solum), retention of nutrient (rather alkaline - until alkaline), medium ero

PETA JALAN (ROAD MAP) PENGEMBANGAN KOMODITAS CENGKEH DI SBB

Andriko Noto Susanto Konflik sosial yang terjadi di Provinsi Maluku pada Tahun 1999 sampai dengan 2001 telah menghancurkan sebagian besar areal pertanian tanaman pangan, sayur sayuran, buah buahan dan perkebunan. Total luas areal tanam/panen pada akhir Tahun 2004, masih jauh lebih kecil dibanding areal (penggunaan yang sama) pada Tahun 1992. Peningkatan areal tanam/panen sejak Tahun 2000 sampai sekarang masih berjalan lambat, sehingga berdampak pada rendahnya total produksi komoditas pertanian di Provinsi Maluku. Pemulihan kembali (recovery) bidang pertanian harus segera ditingkatkan perkembangannya dengan melakukan penataan dan pemanfaatan kembali lahan-lahan pertanian yang telah terbengkalai dengan menanam tanaman produktif yang dapat meningkatkan pendapatan petani secara nyata. Berdasarkan data BPS selama 12 tahun terakhir (Tahun 1992 – 2004), seperti dilaporkan oleh Susanto dan Bustaman (2006), tercatat bahwa luas areal tanam komoditas perkebunan mengalami kemunduran yang paling