Andriko Noto Susanto dan Sjahrul Bustaman
Maluku yang dijuluki dengan Provinsi Seribu Pulau, didominasi oleh pulau-pulau berukuran kecil (<15.000 km2), yang mengelompok bersama dan selanjutnya disebut kepulauan tersebar dari 20 30’ - 90 LS sampai 1240 - 1360 BT dimana hanya 10% dari luas wilayahnya merupakan daratan. Luas lautannya sekitar 52.719.100 ha sedang luas daratan sekitar 4.607.717 ha. Dari luas daratan yang 10% tersebut masih terbagi dalam 559 pulau dengan luas antara 761 – 18.625 km2. Pulau dengan ukuran relatif besar adalah pulau Seram; pulau dengan ukuran ‘agak besar’ adalah pulau Yamdena, Buru, Wokam, Kobrour, dan Trangan. Selebihnya adalah pulau-pulau ‘kecil’ dan bahkan terpencil.
Spesifikasi karakter kepulauan di Provinsi Maluku ini berdasarkan Sitaniapessy (2002) disebabkan oleh perbedaan aspek geografis, fisik, iklim, sosial, budaya dan etnis serta tahapan perkembangan ekonominya. Beberapa karakteristik pulau-pulau kecil yang perlu mendapat perhatian adalah (1) Rentan terhadap pemanasan global yang mengakibatkan naiknya permukaan air laut, sehingga luas daratannya semakin berkurang, (2) Mempunyai Zona Ekonomi Ekskusif (ZEE) yang cukup luas, sehingga wilayah perairan dapat dijadikan sebagai daya dukung utama pembangunan wilayah, (3) Mempunyai sumberdaya alam yang terbatas dan umumnya telah mengalami eksploitasi secara berlebihan, (4) Peka terhadap bencana alam seperti gunung berapi, gempa bumi dan tsunami, (5) Umumnya sangat terisolasi dan jauh dari pasar utama, (6) Terbuka untuk sistem ekonomi skala kecil, namun sangat peka terhadap kejutan pasar dari luar dalam skala yang lebih besar, (7) Mempunyai laju pertumbuhan penduduk yang tinggi, dan menyebar tidak merata dengan kepadataan tinggi, (8) Secara alamiah mempunyai infrastruktur yang terbatas, (9) Pendidikan dan ketrampilan penduduknya terbatas serta kepercayaan terhadap hal-hal mistis masih cukup kuat.
Pembangunan pertanian di wilayah yang didominasi oleh pulau-pulau kecil seperti di Provinsi Maluku ini harus didasarkan pada karakteristik spesifik masing-masing wilayah, dengan mempertimbangkan secara seksama hal-hal seperti tersebut di atas. Beberapa hal yang perlu mendapat perhatian penting dalam merumuskan kebijakan pembangunan pertanian pada wilayah kepulauan ini adalah (1). Karena keterbatasan sumberdaya lahan sebagai basis pembangunan, maka diperlukan tata ruang secara terperinci (pemetaan skala detail sampai sangat detail) disertai perangkat hukumnya untuk memastikan bahwa pelaksanaannya berjalan dengan baik dan benar. (2). Sistem usahatani komoditas tertentu pada wilayah yang telah diatur seperti pada nomor 1 di atas, disarankan tetap memperhatikan kaidah-kaidah konservasi (3). Keterbatasan sumber air; kemampuan menyimpan air tanah kecil akibat dominannya batuan yang bersifat porous, serta banyaknya DAS kecil yang langsung bermuara ke laut (4).Penebangan hutan yang dilakukan oleh pemerintah, swasta dan masyarakat untuk berbagai kepentingan akan mengakibatkan menurunnya debit air, longsor, banjir, dan sangat sulit/mahal untuk direboisasi (kasus ini terjadi di Pulau Buru, Selaru, Wokam, Yamdena, Sebagian Seram). Sudah saatnya eksploitasi hutan di pulau kecil, apapun alasannya agar dihentikan, (5). Kemampauan dan ketrampilan penduduk lokal harus ditingkatkan, disertai penerapan teknologi spesifik lokasi untuk memanfaatkan sumberdaya yang ada (daratan dan lautan) tanpa meninggalkan budaya yang ada.
Catatan :
Makalah ini disampaikan Pada Acara: Sinkronisasi Program dan Kegiatan Pembangunan Pertanian Tahun 2005 antara Provinsi dan Kabupaten/Kota di Maluku, Pada Hari Rabu, 15 Juni 2005 di Hotel Wijaya II – Ambon
Komentar
Posting Komentar